JAKARTA--MICOM: Komisi Pemberantasan Korupsi akan menggunakan pasal pencucian uang di dalam kasus-kasus yang melibatkan mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin membantah anggapan lembaga pemburu koruptor itu lamban di dalam menggunakan pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk kasus-kasus Nazaruddin.
"Bukan tidak ada, melainkan kami akan menyusun draf," tutur Jasin saat ditemui di kantor KPK, Jakarta, Senin (14/11) Menurut dia, KPK telah memperjuangkan ke Dewan Perwakilan Rakyat supaya lembaga pemburu koruptor itu memperoleh wewenang penggunaan pasal pencucian uang.
"Itu perjuangan kita. Kita juga ingin menggunakan pasal pencucian uang itu. Sehingga, kita bisa menindak pencucian yang asal uangnya berasal dari pidana korupsi," sambung dia.
Menurut Jasin, KPK mesti menelaah lebih jauh adanya pencucian uang di dalam kasus-kasus Nazaruddin di luar kasus wisma atlet. Selain pelaku, lembaga antisuap itu juga harus menelisik pola transfer serta bentuk transfer dari aliran dan tersebut. Menurut Jasin, sesuai undang-undang KPK tidak harus mengungkap hasil telaah tersebut.
"Itu kewenangan yang didasarkan undang-undang TPPU 8/2010," tukas Jasin. Sebelumnya, KPK tidak menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang di dalam berkas penuntutan tersangka kasus proyek wisma atlet SEA Games XXVI, Palembang, Muhammad Nazaruddin. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Yenti Garnasih menuding KPK memilah-milah penindakan terhadap pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
"Ini bisa jadi artinya ada tekanan politik, KPK seperti memilah-milah dalam menindak pihak yang terlibat, dari kemarin periksa banyak orang kesannnya seperti pencitraan saja," ujar Yenti kepada wartawan, kemarin.
Menurut Yenti, KPK salah langkah dengan tidak menggunakan pasal pencucian uang dalam pelimpahan berkas Nazaruddin untuk segera disidangkan. Ia berpendapat penggunaan pasal pencucian uang dapat mempermudah KPK melacak aliran dana wisma atlet sekaligus mengembalikan aset negara alias asset recovery.
Yenti menambahkan, prinsip dari tindak pidana pencucian uang adalah menjerat siapa pun yang menikmati uang hasil kejahatan. Yenti merujuk pada UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang mengatur kewenangan KPK untuk menindak kasus pencucian uang.
Ditambahkan, seharusnya KPK bisa menggunakan pasal korupsi dan pasal pencucian uang secara bersama-sama untuk dikenakan kepada Nazaruddin. Dalam konteks itu, Yenti pun menilai alasan KPK yang baru akan menggunakan pasal pencucian uang pada pengembangan kasus itu mengada-ada. (eric)